Thursday, April 28, 2011

SUJUD TILAWAH DAN SUJUD SYUKUR

Oleh Ustadz Zuhair bin Syarif
Sujud Tilawah dan Sujud Syukur
Tata cara sujud tilawah dijelaskan oleh para ulama dengan mengambil contoh dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan para shahabatnya. Di antara hadits yang diambil faedahnya adalah hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma di atas. Juga atsar Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Sa’id bin Jubair, beliau berkata : “Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma pernah turun dari kendaraannya, kemudian menumpahkan air, lalu mengendarai kendaraannya. Ketika membaca ayat sajdah, beliau bersujud tanpa berwudlu.” Demikian penukilan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 2/644.Beliau menambahkan, adapun atsar yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari Laits dari Nafi dari Ibnu Umar bahwasanya beliau berkata : “Janganlah seseorang sujud kecuali dalam keadaan suci.” Maka cara menggabungkannya adalah bahwa yang dimaksud dengan ucapannya suci adalah suci kubra (Muslim, tidak kafir) … . Ucapan ini dikuatkan dengan hadits : “Seorang musyrik itu najis.”
Ketika mengomentari judul bab (yaitu bab Sujudnya kaum Muslimin bersama kaum musyrikin padahal seorang musyrik itu najis dan tidak memiliki wudlu) yang dibuat oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya, Ibnu Rusyd berkata : “Pada dasarnya semua kaum Muslimin yang hadir di kala itu (ketika membaca ayat sajdah) dalam keadaan wudlu, tapi ada pula yang tidak. Maka siapa yang bersegera untuk sujud karena takut luput, ia sujud walaupun dia tidak berwudlu ketika ada halangan atau gangguan wudlu.
Hal ini diperkuat dengan hadits Ibnu Abbas bahwa pernah sujud bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, kaum Muslimin, musyrikin, dari golongan jin dan manusia. Di sini, Ibnu Abbas menyamakan sujud bagi semuanya, padahal pada waktu itu ada yang tidak sah wudlunya. Dari sini diketahui bahwa sujud tilawah tetap sah dilakukan, baik oleh orang yang berwudlu maupun yang tidak. Wallahu A’lam.”
Jadi, kesimpulannya bahwa sujud tilawah boleh dilakukan bagi yang berwudlu maupun yang tidak.
Termasuk dari syarat sujud tilawah adalah takbir. Hanya saja terjadi ikhtilaf mengenai hukumnya. Demikian dibawakan oleh Syaikh Ali Bassam dalam kitabnya Taudlihul Ahkam.
Adapun yang rajih (lebih kuat) adalah disunnahkan takbir jika dilakukan dalam shalat. Hal ini berdasarkan keumuman hadits bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam takbir pada tiap pergantian rakaat. Adapun mengenai sujud tilawah diluar shalat, Abu Qilabah dan Ibnu Sirin berkata dalam Al Mushanaf yang diriwayatkan oleh Abdur Razaq : “Apabila seseorang membaca ayat sajdah diluar shalat, hendaklah mengucapkan takbir.”
Beliau (Abdur Razaq) dan Baihaqi meriwayatkannya dari Muslim bin Yasar yang dikatakan Syaikh Al Albani bahwa : “Sanadnya shahih.”
Adapun ketika bangkit dari sujud, tidak teriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bahwa beliau mengucapkan takbir. Hal ini diungkapkan oleh Ibnul Qayim dalam Zadul Ma’ad, juz 1 halaman 272. Wallahu A’lam.
Dari kedua point di atas dapat disimpulkan bahwa pada saat hendak melakukan sujud tilawah :
1. Tidak diharuskan berwudlu.
2. Disunnahkan bertakbir, baik pada waktu shalat maupun diluar shalat.
3. Menghadap kiblat dan menutup aurat, sebagaimana yang dinyatakan oleh para fuqaha.
Tentang masalah ini, terdapat riwayat yang dihasankan oleh Ibnu Hajar Al ‘Asqalani yang berbunyi : “Dari Abu Abdirrahman As Sulami berkata bahwa Ibnu Umar pernah membaca ayat sajdah kemudian beliau sujud tanpa berwudlu dan tanpa menghadap kiblat dan beliau dalam keadaan mengisyaratkan suatu isyarat.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah, lihat Fathul Bari juz 2 halaman 645)
Namun, untuk lebih selamat adalah mengikuti apa yang dinyatakan jumhur fuqaha, sedangkan atsar Ibnu Umar dipahami pada situasi darurat.
4. Boleh dilakukan pada waktu-waktu dilarang solat.
5. Disunnahkan bagi yang mendengar bacaan ayat sajdah untuk sujud bila yang membaca sujud dan tidak bila tidak.
6. Tidak dibenarkan dilakukan pada solat sir (solat dengan bacaan tidak nyaring) seperti pendapat Imam Malik, Abu Hanifah, dan Syaikh Muqbil, serta Syaikh Al Albani. Sedangkan hadits yang menerangkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sujud tilawah pada solat dhuhur adalah munqathi’ (terputus sanadnya) dan tidak boleh dipakai sebagai dalil. Hal ini diungkapkan oleh Syaikh Al Albani dalam Tamamul Minnah, halaman 272.
7. Doa yang dibaca pada waktu sujud tilawah :
Artinya : “Wajahku sujud kepada Penciptanya dan Yang membukakan pendengaran dan penglihatannya dengan daya upaya dan kekuatan-Nya, Maha Suci Allah sebaik-baik pencipta. (HR. Tirmidzi 2/474, Ahmad 6/30, An Nasa’i 1128, dan Al Hakim menshahihkannya dan disepakati oleh Dzahabi)
Tidak ada hadits yang shahih tentang doa sujud tilawah kecuali hadits Aisyah (di atas) menurut Sayid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah 1/188, tanpa komentar dari Syaikh Al Albani.
b. Sujud Syukur
Sujud syukur termasuk petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan para shahabatnya ketika mendapatkan nikmat yang baru (nikmat yang sangat besar dari nikmat yang lain) atau ketika terhindar/terselamat dari musibah/adzab yang besar. Hal ini dijelaskan oleh Ibnul Qayim dalam Zadul Ma’ad 1/270 dan Syaikh Abdurrahman Ali Bassam dalam Taudlihul Ahkam 2/140 dan lain-lain.
Hukum Sujud Syukur
Jumhur ulama berpendapat tentang sunnahnya sujud ini. Hal ini diungkapkan oleh Sayid Sabiq dalam kitabnya Fiqhus Sunnah 1/179 dan Syaikh Al Albani menyetujuinya. Di antara hadits-hadits yang digunakan adalah :
a. Hadits dari Abi Bakrah :
Artinya : “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam apabila datang kepadanya berita yang menggembirakannya, beliau tersungkur sujud kepada Allah. (HR. Ahmad dalam Musnad-nya 7/20477, Abu Dawud 2774, Tirmidzi, dan Ibnu Majah dalam Al Iqamah, Abdul Qadir Irfan menyatakan bahwa sanadnya shahih. Dihasankan pula oleh Syaikh Al Albani)
b. Hadits :
Artinya : “Bahwasanya Ali radhiallahu ‘anhu menulis (mengirim surat) kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengabarkan tentang masuk Islamnya Hamdan. Ketika membacanya, beliau tersungkur sujud kemudian mengangkat kepalanya seraya berkata : “Keselamatan atas Hamdan, keselamatan atas Hamdan.” (HR. Baihaqi dalam Sunan-nya 2/369 dan Bukhari dalam Al Maghazi 4349. Lihat Al Irwa’ 2/226)
c. Hadits Anas bin Malik :
Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ketika diberi kabar gembira, beliau sujud syukur. Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Majah 1392. Pada sanad hadits ini terdapat Ibnu Lahi’ah, dia jelek hapalannya, namun Syaikh Al Albani berkata : “Sanad ini tidak ada masalah karena ada syawahidnya.”
d. Hadits Abdurrahman bin Auf :
Artinya : “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, Jibril Alaihis Salam datang kepadaku dan memberi kabar gembira seraya berkata : “Sesungguhnya Rabbmu berkata kepadamu, ‘barangsiapa membaca shalawat kepadamu, Aku akan memberi shalawat kepadanya. Dan barangsiapa memberi salam kepadamu, Aku akan memberi salam kepadanya.’ “ Maka aku sujud kepada-Nya karena rasa syukur. (HR. Ahmad 1/191, Hakim 1/550, dan Baihaqi 2/371)
Hadits-hadits di atas dikomentari oleh Syaikh Al Albani dan Syaikh Salim Al Hilali sebagai berikut : “Kesimpulannya, tidak diragukan lagi bagi seorang yang berakal untuk menetapkan disyariatkannya sujud syukur setelah dibawakan hadits-hadits ini. Lebih-lebih lagi hal ini telah diamalkan oleh Salafus Shalih radhiallahu ‘anhum.
Di antara atsar-atsar para shahabat adalah :
1. Sujud Ali radhiallahu ‘anhu ketika mendapatkan Dzutsadniyah pada kelompok khawarij. Atsar ini ada pada riwayat Ahmad, Baihaqi, dan Ibnu Abi Syaibah dari beberapa jalan yang mengangkat atsar ini menjadi hasan.
2. Sujud Ka’ab bin Malik karena syukur kepada Allah ketika diberi kabar gembira bahwa Allah menerima taubatnya. Dikeluarkan oleh Bukhari 3/177-182, Muslim 8/106-112, Baihaqi 2/370, 460, dan 9/33-36, dan Ahmad 3/456, 459, 460, 6/378-390.
Menanggapi atsar-atsar ini Syaikh Salim berkata : “Oleh karena itu, seorang yang bijaksana tidak meragukan lagi untuk menyatakan disyariatkannya sujud syukur.
Barangsiapa menyangka bahwa sujud syukur merupakan perkara bid’ah, maka janganlah menengok kepadanya setelah peringatan ini.” (Lihat Bahjatun Nadhirin, jilid 2 halaman 325)
Bagaimana syarat-syarat dilaksanakannya sujud syukur?
Imam Shan’ani menyatakan setelah membawakan hadits-hadits masalah sujud syukur di atas : “Tidak ada pada hadits-hadits tentang hal ini yang menunjukkan adanya syarat wudlu dan sucinya pakaian dan tempat.”
Imam Yahya dan Abu Thayib juga berpendapat demikian. Adapun Abul ‘Abbas, Al Muayyid Billah, An Nakha’i, dan sebagian pengikut Syafi’i berpendapat bahwa syarat sujud syukur adalah seperti disyaratkannya shalat.
Imam Yahya mengatakan pula : “Tidak ada sujud syukur dalam shalat walaupun satu pendapat pun.”
Abu Thayib tidak mensyaratkan menghadap kiblat ketika sujud ini. (Lihat Nailul Authar, juz 3 halaman 106)
Imam Syaukani merajihkan bahwa dalam sujud syukur tidak disyaratkan wudlu, suci pakaian dan tempat, juga tidak disyaratkan adanya takbir dan menghadap kiblat. Wallahu A’lam.
Kesimpulan
Dari keterangan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Disyariatkannya sujud tilawah dalam shalat dan diluar shalat. Jika diluar shalat, bagi yang mendengar ayat sajdah sujud jika yang membacanya sujud. Sedangkan sujud syukur hanya dilakukan diluar shalat.
2. Hukum sujud tilawah dan sujud syukur adalah sunnah.
3. Sujud tilawah ada pada 15 tempat. Sedangkan sujud syukur dilakukan pada waktu mendapatkan kabar gembira yang besar. Bukan hanya pada setiap mendapatkan kenikmatan saja, karena nikmat Allah itu selalu diberi kepada kita. Juga dilakukan ketika terlepas dari mara bahaya.
4. Sujud tilawah dan sujud syukur boleh dilakukan pada waktu-waktu dilarang shalat.
5. Pada sujud tilawah disunnahkan takbir di dalam atau di luar shalat, sedangkan sujud syukur tidak.
6. Pada sujud tilawah dan sujud syukur tidak disyaratkan berwudlu terlebih dahulu.
Wallahu A’lam.
(Sumber Majalah SALAFY/Edisi XXIV/1418/1998/AHKAM)

KELEBIHAN SOLAT DHUHA

Berkata Abu Murrah Ath-Tha’ifi r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. telah bersabda : Allah telah berfirman:

“Wahai anak Adam! Bersembahyanglah untuk Aku di awal pagi, niscaya Aku akan mencukupimu di akhirnya.”

(Riwayat Ahmad)

Hadis Qudsi ini menganjurkan kita mengerjakan Solat Dhuha yang mana antara faedahnya, Allah Ta’ala memberi jaminan akan melaksanakan segala keperluan-keperluan keduniaan manusia setiap hari.

Antara ibadat sunat yang dianjurkan dan menjadi amalan Rasullullah SAW sendiri ialah solat sunat Dhuha. Banyak hadis-hadis yang mengalakkannya dan menyatakan keutamaannya, antaranya dalam riwayat Abu Hurairah katanya:

“Kekasihku Rasullullah SAW telah berwasiat kepadaku tiga perkara, aku tidak meninggalkannya, iaitu ; supaya aku tidak tidur melainkan setelah mengerjakan witir, dan supaya aku tidak meninggalkan dua rakaat solat Dhuha kerana ia adalah sunat awwabin, dan berpuasa tiga hari daripada tiap-tiap bulan”

(Hadis riwayat Al-Bukhari dan Muslim)


Dalam riwayat yang lain Rasullullah SAW pernah bersabda yang maksudnya :

“Pada tiap-tiap pagi lazimkanlah atas tiap-tiap ruas anggota seseorang kamu bersedekah; tiap-tiap tahlil satu sedekah, tiap-tiap takbir satu sedekah, menyuruh berbuat baik satu sedekah, dan cukuplah (sebagai ganti) yang demikian itu dengan mengerjakan dua rakaat solat Dhuha .”

(Hadis riwayat Al-Bukhari dan Muslim)


Adapun kelebihan sembahyang Dhuha itu sepertimana di dalam kitab “An-Nurain” sabda Rasullullah SAW yang maksudnya : “Dua rakaat Dhuha menarik rezeki dan menolak kepapaan.”


Dalam satu riwayat yang lain Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya : “Barangsiapa yang menjaga sembahyang Dhuhanya nescaya diampuni Allah baginya akan segala dosanya walaupun seperti buih dilautan.”

(Riwayat Ibnu Majah dan At-Tirmidzi)


Dan daripada Anas bin Malik Radhiallahu ‘anhu berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW berkata: “Barangsiapa yang mengerjakan sembahyang sunat Dhuha dua belas rakaat dibina akan Allah baginya sebuah mahligai daripada emas”

(Riwayat Ibnu Majah dan Tirmidzi)


Waktu sembahyang Dhuha ialah dari naik matahari sampai se-penggalah dan berakhir di waktu matahari tergelincir tetapi disunatkan dita’khirkan sehingga matahari naik tinggi dan panas terik.


Cara menunaikannya pula adalah sama seperti sembahyang-sembahyang sunat yang lain iaitu dua rakaat satu salam. Boleh juga dikerjakan empat rakaat, enam rakaat dan lapan rakaat. Menurut sebahagian ulama jumlah rakaatnya tidak terbatas dan tidak ada dalil yang membatasi jumlah rakaat secara tertentu, sebagaimana sebuah hadis yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah bermaksud :”Adalah Nabi SAW bersembahyang Dhuha empat rakaat dan menambahnya seberapa yang dikehedakinya.” (Hadis riwayat Ahmad, Muslim dan Ibnu Majah)


Dalam sebuah hadis yang lain Nabi SAW bersabda bermaksud : ” Barangsiapa yang menunaikan sembahyang sunat Dhuha sebanyak dua rakaat tidak ditulis dia daripada orang-orang yang lalai daripada mengingati Allah dan barangsiapa yang menunaikan nya sebanyak empat rakaat ditulis akan dia daripada orang-orang yang suka beribadat dan barangsiapa yang menunaikannya sebanyak enam rakaat dicukupkan baginya pada hari tersebut, barangsiapa menunaikanyan sebanyak lapan rakaat Allah menulis baginya daripada orang-orang yang selalu berbuat taat, barang siapa yang menunaikannya sebanyak dua belas rakaat Allah akan membina baginya mahligai didalam syurga dan tidak ada satu hari dan malam melainkan Allah mempunyai pemberian dan sedekah kepada hamba-hambaNya dan Allah tidak mengurniakan kepada seseorang daripada hamba-hambaNya yang lebih baik daripada petunjuk supaya sentiasa mengingatiNya,” (Riwayat At-Thabarani ).

WUDHUK

WUDHU'
PENGERTIAN WUDHU’,
Dari segi bahasa, wudhu’ ialah nama bagi sesuatu perbuatan menggunakan air pada anggota-anggota tertentu.
Dari segi syara‘, wudhu’ bermaksud membersihkan sesuatu yang tertentu dengan beberapa perbuatan yang tertentu yang dimulakan dengan niat, iaitu membasuh muka, membasuh kedua-dua belah tangan, menyapu kepala dan akhirnya membasuh kedua belah kaki dengan syarat-syarat dan rukun-rukun yang tertentu.

HUKUM WUDHU’
Hukum wudhu’ adalah seperti berikut:
1. Wajib atau fardhu, iaitu ketika hendak menunaikan ibadah seperti sembahyang, sama ada sembahyang fardhu atau sembahyang sunat, ketika hendak melakukan tawaf Ka‘bah sama ada tawaf fardhu atau sunat, ketika hendak menyentuh Al-Qur’an dan sebagainya.
2. Sunat. Banyak perkara yang disunatkan berwudhu’, antaranya ialah untuk membaca atau mendengar bacaan Al-Qur’an, membaca atau mendengar bacaan hadith, membawa kitab tafsir, kitab hadith atau kitab fiqh, melakukan azan, duduk di dalam masjid, melakukan tawaf di ‘Arafah, melakukan sa‘i, menziarahi makam Rasulullah, ketika hendak tidur, mengusung jenazah, malah disunatkan sentiasa berada dalam keadaan berwudhu’ dan memperbaharui wudhu’.
HIKMAH WUDHU’
Hikmah berwudhu’ ialah kerana anggota-anggota tersebut terdedah kepada kekotoran yang zahir seperti habuk, debu dan lain-lain serta banyak terdedah dengan dosa dan maksiat sama ada zahir atau batin.
FARDHU WUDHU’
1. Berniat ketika meratakan air ke seluruh muka. Niat wudu’ adalah seperti berikut:

Maksudnya:
“Sahaja aku mengangkat hadath kecil kerana Allah Ta‘ala”.
atau

Maksudnya:
“Sahaja aku berwudhu’ kerana Allah Ta‘ala”.
2. Membasuh muka. Had atau batasan muka yang wajib dibasuh adalah dari tempat tumbuh rambut di sebelah atas sehingga sampai kedua tulang dagu sebelah bawah dan lintangannya adalah dari anak telinga hingga ke anak telinga.
3. Membasuh dua tangan hingga dua siku. Bagi orang yang tiada siku disunatkan membasuh hujung anggota yang ada.
4. Menyapu sedikit kepala. Boleh disapu di ubun-ubun atau lain-lain bahagian rambut yang ada di dalam had atau kawasan kepala, tetapi yang utamanya adalah menyapu seluruh kepala.
5. Membasuh dua kaki hingga dua buku lali.
6. Tertib, iaitu melakukan perbuatan itu daripada yang pertama hingga akhir dengan teratur.
SYARAT-SYARAT WUDHU’
Terdapat dua syarat dalam wudhu’ iaitu syarat wajib dan syarat sah.
Syarat Wajib Wudhu’
1. Islam.
2. Baligh.
3. Berakal.
4. Mampu menggunakan air yang suci dan mencukupi.
5. Berlakunya hadath.
6. Suci daripada haidh dan nifas.
Syarat Sah Wudhu’
1. Meratakan air yang suci ke atas kulit, iaitu perbuatan meratakan air pada seluruh anggota yang dibasuh hingga tiada bahagian yang tertinggal.
2. Menghilangkan apa sahaja yang menghalang sampainya air ke anggota wudhu’.
3. Tidak terdapat perkara-perkara yang boleh membatalkan wudhu’ seperti darah haidh, nifas, air kencing dan seumpamanya.
4. Masuk waktu sembahyang bagi orang yang berterusan dalam keadaan hadath seperti orang yang menghidap kencing tidak lawas.
Selain itu, terdapat beberapa syarat wudhu’ mengikut ulama’ mazhab Syafi‘i, iaitu:
1. Islam.
2. Mumayyiz.
3. Suci daripada haidh dan nifas.
4. Bersih daripada apa sahaja yang boleh menghalang sampainya air ke kulit.
5. Mengetahui kefardhuan wudhu’.
6. Tidak menganggap sesuatu yang fardhu di dalam wudhu’ sebagai sunat.
7. Menghilangkan najis ‘aini yang terdapat pada badan dan pakaian orang yang berwudhu’.
8. Tidak terdapat pada anggota wudhu’ bahan yang mengubahkan air.
9. Tidak mengaitkan (ta‘liq) niat berwudhu’ dengan sesuatu.
10. Mengalirkan air ke atas anggota wudhu’.
11. Masuk waktu sembahyang bagi orang yang berhadath berterusan.
12. Muwalat, iaitu berturutan.
SUNAT WUDHU’
Perkara sunat ketika berwudhu’ adalah sangat banyak, di antaranya ialah:
1. Membaca “basmalah” iaitu lafaz
2. Membasuh dua tapak tangan hingga pergelangan tangan.
3. Berkumur-kumur.
4. Memasukkan air ke dalam hidung.
5. Menyapu seluruh kepala.
6. Menyapu dua telinga.
7. Menyelati janggut yang tebal.
8. Mendahulukan anggota yang kanan daripada yang kiri.
9. Menyelati celah-celah anak jari tangan dan kaki.
10. Melebihkan basuhan tangan dan kaki dari had yang wajib.
11. Mengulangi perbuatan itu sebanyak tiga kali.
12. Berturut-turut iaitu tidak berselang dengan perceraian yang lama di antara satu anggota dengan anggota yang lain yang menyebabkan anggota itu kering.
13. Menggosok anggota wudhu’ supaya lebih bersih.
14. Bersugi dengan sesuatu yang kesat.
15. Menghadap qiblat.
16. Membaca doa selepas berwudhu’, iaitu:

Maksudnya:
“Aku bersaksi bahawa tiada Tuhan melainkan Allah yang Esa dan tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahawa Nabi Muhammad itu hambaNya dan RasulNya. Wahai Tuhanku, jadikan aku dari golongan orang-orang yang bertaubat dan jadikan aku dari golongan orang-orang yang bersih.”
PERKARA YANG MEMBATALKAN WUDHU’
1. Keluar sesuatu daripada lubang dubur atau qubul sama ada tahi, kencing, darah, nanah, cacing, angin, air mazi atau air wadi dan sebagainya melainkan air mani sendiri kerana apabila keluar mani diwajibkan mandi.
2. Tidur yang tidak tetap punggungnya, kecuali tidur dalam keadaan rapat kedua-dua papan punggung ke tempat duduk.
3. Hilang akal dengan sebab mabuk, gila, sakit, pengsan atau pitam kerana apabila hilang akal, seseorang itu tidak mengetahui keadaan dirinya.
4. Bersentuh kulit lelaki dengan perempuan yang halal nikah atau ajnabiyyah (bukan mahram) walaupun telah mati.
5. Menyentuh kemaluan (qubul dan dubur manusia) dengan perut tapak tangan walaupun kemaluan sendiri.
6. Murtad iaitu keluar dari agama Islam.



Fadhilat besar mengerjakan solat sunat wudhu' serta membaca doa selepas berwudhu'
Isnin 19 Julai 2010/09 Syaaban 1431


Fadhilat besar mengerjakan solat sunat wudhu' serta membaca doa selepas berwudhu'


Diriwaytatkan oleh Uqbah bin Amir r.a., bahaw abeliau terlah terdengar Rsulullah saw sewaktu beliau baru tiba ke dalam satu majlis diadakan:

Ertinya, “ Sesiapa di natrara orang Islam yang berwudh' dan menghalusi wudhunya, kemudian beliau mngerjakan solat dua rakaat denganhatidna angggita yang khyusuk melaksanakannya mka wajiblah baginya untuk mendapayt syurga”.

Dan sabdanya juga, “Sesiapa di antara kamu yang berwudhu' dan menghalusi wudhunya, kemudian membaca doa, ' Asyhadu Allaa Ilaha Illallah, Wa Anna Muhammadan Abduullah Warasulluhu”, Maka dibukakan ekpafanya lapan pintu -pinyu syurga dan akan dimasukkannya daripada mana yang sukai”
-(HR,Imam Musliam)

Semoga kita beramal dengan amalan ini setiap klai berwudhu' dan mengharapkan keredhaan dan syurga yang paling tinggi di akhirat. Dengan amalan yang sangat mudah, tetapi boleh mendapat ganjaran yanag amat besar. Insya Allah !


Yang penting, kita perlu berusaha untuk melaksanakan sesuatu amalan tersebut dengan penuh yakin dan kita akan menerima balasan Allah yang tidak terhingga. Semoga Allah memeberikann taufiq dan hidayahNya untuk mengamalkan tiap-tip kali selepas mengambil wuwdhu'


Pastikanlah bahawa masa berwudhu' kita menyempurnakan wudhu' dengan membasuh angggota yang wajib dibasuh dan meneympurnakan sunat-sunat wudhu.


-------------



Wudhu' adalah wajib untuk mengerjakan ibadah sembahyang. Tanpa wudhu ibadah sembahyang tidak sah. Oleh itu umat Islam adalah diwajibkan untuk berwudhu bagi menjamin kesempurnaan ibadat sembahyang yang dilakukan. Di dalam hal ini, Allah Subhanahu wata’ala telah berfirman dalam surah Al-Mâidah yang bermaksud:

"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sembahyang (padahal kamu berhadas kecil), maka (berwudulah) iaitu basuhlah muka kamu meliputi siku, dan sapulah sebahagian daripada kepala kamu, dan basuhlah kedua belah kaki kamu meliputi buku lali."…


(Surah al-Mâiddah: 6)

Rasulullah Saw., telah menunjukkan cara-cara berwudhu yang sempurna dan mempunyai berbagai fadhilat apbila diamalkan sebagaimana yang diriwayatkan di dalam sebuah hadis yang bermaksud:

Daripada Syaidina Othman bin Affan R.a, beliau meminta air untuk berwudhu maka ia berwudhu dengan membasuh dua tapak tangan tiga kali kemudian berkumur-kumur; kemudian mencuci mukanya tiga kali kemudian mencuci tangan kanannya hingga siku tiga kali, kemudian mencuci tangan kirinya seperti itu, kemudian membasuh kepalanya, kemudian membasuh kakinya kanan hingga pergalangan kaki tiga kali dan kaki kirinya tiga kali seperti itu, Kemudian beliau berkata:

"Aku telah melihat Rasulullah saw, berwudhu seperti wudhuku ini. Kemudian Rasulullah Saw, bersabda: "Sesiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian mendirikan sembahyang dua rakaat, tidak terjadi sesuatu yang di antaranya, diampunkan ke atasnya apa-apa dosa yang terdahulu".


(Hadis riwayat Muslim)

Sayidina Othman bin ‘Affan juga pernah menceritakan bahawa beliau berwudhu dan berkata:

"Saya melihat Rasullullah saw, berwudhu seperti wudhuku ini kemudian Baginda bersabda yang bermaksud:

"Barangsiapa yang berwudhu sedemikian maka diampunkanlah untuknya dosa-dosa yang telah lalu dan sembahyang serta jalannya ke masjid adalah sunnah hukumnya."

(Hadis riwayat Muslim)

Wudhu yang disyariatkan ini hendaklah dilakukan dengan sempurna dan mengikut tertibnya agar amalan ini dapat memberi manfaat kepada kita bukan sahaja di dunia, malah di akhirat juga sebagaimana maksud hadis ini:

"Sesungguhnya umatku akan dipanggil pada Hari Kiamat dalam keadaan bercahaya wajahnya dan amat putih bersih tubuhnya oleh sebab bekas-bekas wudhu. Oleh itu, barang siapa di antara kamu hendak memperpanjangkannya (menambah cahaya), maka baiklah dia melakukannya dengan sempurna."
- (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)

Sabdanya lagi yang bermaksud:

"Perhiasan-perhiasan di syurga itu sampai ke tubuh seseorang mukmin, sesuai dengan anggota yang dicapai oleh wudhu (di mana air itu menyentuh tubuhnya, sampai di situ pula perhiasan yang akan diperolehinya di syurga"

"Tabiat air ialah memadamkan api. Begitu juga wudhu dapat memadamkan api kemarahan. Oleh itu Rasullullah saw berpesan kepada umatnya supaya berwudhu ketika dalam keadaan marah sebagaimana hadis Baginda yang bermaksud:

"Sesungguhnya marah itu daripada syaitan dan syaitan itu dijadikan daripada api dan sesungguhnya api itu terpadam dengan air. Maka jika sesiapa di antara kamu yang dalam keadaan marah, maka bersegeralah mengambil wudhu."

- (Hadis riwayat al-Imam Ahmad)


Kita juga disunatkan supaya sentiasa berada di dalam keadaan berwudhu bukan sahaja ketika hendak mengerjakan sembahyang tetapi juga di waktu-waktu lain kerana Rasulullah saw, sentiasa di dalam wudhu dan pernah bersabda yang bermaksud:

"Barangsiapa tidur dalam keadaan dirinya berwudhu dan dia mati pada malam itu, maka dia adalah syahid di sisi Allah Ta’ala."

Di dalam sebuah hadis yang lain daripada ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha bermaksud:

"Sesungguhnya Rasulullah saw. apabila hendak tidur selepas berjunub, maka Baginda mengambil wudhu seperti wudhu sembahyang kemudian barulah Baginda tidur."
- (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)

Oleh sebab itu, bagi orang yang berjunub pada malam hari dan hendak menangguhkan mandinya pada keesokkan pagi (waktu Subuh), disunatkan baginya mengambil wudhu sebelum masuk tidur, supaya tidak terjauh daripada rahmat Allah dan sentiasa dalam pemeliharaanNya di sepanjang malam itu.

Demikianlah di antara beberapa amalan Rasulullah Saw, dan fadhilat-fadhilat wudhu yang telah dijelaskan melalui hadis Baginda.

Selamat menjalani ibadat dan menabdikan dirikepada Allah swt.
Posted by abu samah at 11:31 AM


Kita juga disunatkan supaya sentiasa berada di dalam keadaan berwudhu bukan sahaja ketika hendak mengerjakan sembahyang tetapi juga di waktu-waktu lain kerana Rasulullah Sallallahu ‘alaini wasallam sentiasa di dalam wudhu dan pernah bersabda yang bermaksud:
"Barangsiapa tidur dalam keadaan dirinya berwudhu dan dia mati pada malam itu, maka dia adalah syahid di sisi Allah Ta’ala."
Di dalam sebuah hadis yang lain daripada ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha bermaksud:
"Sesungguhnya Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam apabila hendak tidur selepas berjunub, maka Baginda mengambil wudhu seperti wudhu sembahyang kemudian barulah Baginda tidur."
(Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)
Oleh sebab itu, bagi orang yang berjunub pada malam hari dan hendak menangguhkan mandinya pada keesokkan pagi (waktu Subuh), disunatkan baginya mengambil wudhu sebelum masuk tidur, supaya tidak terjauh daripada rahmat Allah dan sentiasa dalam pemeliharaanNya di sepanjang malam itu.
Demikianlah di antara beberapa amalan Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam dan fadhilat-fadhilat wudhu yang telah dijelaskan melalui hadis Baginda.
Semoga apa yang dipaparkan ini akan menjadi panduan dan amalan yang berterusan dan berkekalan bagi kita kerana sebaik-baik amal itu adalah yang kekal walaupun sedikit.




Wudhu yang disyariatkan ini hendaklah dilakukan dengan sempurna dan mengikut tertibnya agar amalan ini dapat memberi manfaat kepada kita bukan sahaja di dunia, malah di akhirat juga sebagaimana maksud hadis ini:
"Sesungguhnya umatku akan dipanggil pada Hari Kiamat dalam keadaan bercahaya wajahnya dan amat putih bersih tubuhnya oleh sebab bekas-bekas wudhu. Oleh itu, barang siapa di antara kamu hendak memperpanjangkannya (menambah cahaya), maka baiklah dia melakukannya dengan sempurna."
(Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)


sulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam telah menunjukkan cara-cara berwudhu yang sempurna dan mempunyai berbagai fadhilat apbila diamalkan sebagaimana yang diriwayatkan di dalam sebuah hadis yang bermaksud:
Daripada Syaidina Othman bin Affan Radhiallahu ‘anhu beliau meminta air untuk berwudhu maka ia berwudhu dengan membasuh dua tapak tangan tiga kali kemudian berkumur-kumur; kemudian mencuci mukanya tiga kali kemudian mencuci tangan kanannya hingga siku tiga kali, kemudian mencuci tangan kirinya seperti itu, kemudian membasuh kepalanya, kemudian membasuh kakinya kanan hingga pergalangan kaki tiga kali dan kaki kirinya tiga kali seperti itu, Kemudian beliau berkata: "Aku telah melihat Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam berwudhu seperti wudhuku ini. Kemudian Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Sesiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian mendirikan sembahyang dua rakaat, tidak terjadi sesuatu yang di antaranya, diampunkan keatasnya apa-apa dosa yang terdahulu".
(Hadis riwayat Muslim)


al kisah seorg wanita pada thn awal 90 an, dia sentiasa mengamalkan wudhu.
Suatu hari rkn2nya ajak pergi ke suatu tempat dlm negeri trengganu.. mcm biasa.. dia akan berwudhu sebelum keluar rumah. Maka.. malang tidak berbau van mereka telah terlibat dlm satu kemalangan jln raya. Semua org mendapt kecederaan parah. Al kisah wanita ini pulak, dia telah pengsan 3 hari tetapi tubuh bdnnya langsung tidak mengalami apa2 kecederaan.. luka kecil pun tak ada. menurut doktor dia pengsan sebab terkejut dan ngeri tgk org lain yang cedera parah. Itu je sebab dia pengsan. Lucukan... tetapi itu adalah kuasa Allah supaya kita sentiasa dlm keadaan suci.. Oleh itu.. amalkan wudhu selalu biarpun di luar sembahyang. orait

Baju Merah

Aku ada sehelai baju berwarna merah.Cantik berbunga-bunga.Corak merah yang terang ,bercampur ungu.Bunga-bunga kecil amat manis. Bahannya amat halus dan lembut ,memang selesa dipakai.Aku beli dari sebuah butik yang terkenal di Batu Pahat.Harganya mahal jika dibandingkan dengan pendapatanku, tapi aku beli juga kerana sudah berkenan. Aku sayang baju merahku. Jarang aku pakai kecuali untuk majlis yang istimewa sahaja. Aku simpan dalam almari ,aku pastikan ianya tergantung kemas dan tidak berhimpit dengan pakaianku yang lain. Setiap kali mencuci aku cuci dengan tangan ,rasa sayang nak masukkan mesin basuh malah kerap kali aku hantar dobi demi menjaga warnanya dan kecantikkannya .Rasanya aku tak pernah terserempak dengan sesiapa yang memakai corak serupa dengan baju merahku.
Entah kenapa satu hari waktu aku hendak ke majlis rakan lamaku aku keluarkan baju merahku dari almari,aku belek-belek,ternyata masih cantik. Aku sarung ke tubuhku, eh! terasa sukar nak melepasi tanganku, tersangkut di badan.lama aku mencubanya, puas aku tarik ke atas ke bawah.Akhirnya aku sedar , aku tidak boleh menyarung baju merahku.Aku letak di atas lantai ,apa puncanya.Bajuku mngecil ,tidak mungkin. Aku bertambah besar, tidak mungkin kerana aku sentiasa menjaga kesihatanku.Aku cuba lagi , aku berdiri di hadapan cermin sambil terus menyarung baju merahku. Ah! Akhirnya , baru aku sedar ,memang aku sudah tidak boleh memakai baju merahku.
Dengan rasa amat sedih dan kecewa aku letakkan baju merahku kembali ke dalam almari , aku gantung  dan aku biarkan di situ.dalam hatiku berkata , aku terpaksa terima hakikat  , aku tidak lagi sesuai deangan baju merahku. Aku tidak akan pakai lagi baju merahku. walau aku tidak dapat lagi memakainya , aku tetap tidak akan lupa bagaimana seronokya ketika aku memakai bajumerahku.Kawan-kawan selalu memuji, kau cantik hari ni.Kau manis hari ni. Kau anggun hari ni.kau nampak hebat hari ni.
Tetapi itu dulu. Masa itu sudah berlalu. Aku wajar terima hakikat, baju merahku sudah tidak sesuai denganku.Baju merahku sudah tidak boleh ku pakai lagi.Aku berikan baju merahku kepada seorang kenalan. Aku tak mahu biarkan baju merahku terbiar dalam almari.
Aku perlu cari baju baru. Tiap minggu aku ke butik ,aku ke kedai, Ada masa aku ke pasar malam tetapi aku belum jumpa baju yang aku berkenan . Mungkin ada di tempat lain agaknya.Insya Allah.

IBLIS

JAWAPAN DARI Dr. Amran Kasimin (Mingguan Malaysia 16 Julai 2006)
Iblis
Menyebut tentang syaitan, perlu rasanya dirujuk tulisan Raji al-Asmar dalam bukunya: Asy-Syayatin: Haqiqatuha, yang menyebut bahawa perkataan “iblis” disebut dalam al-Quran sebanyak 11 kali, manakala kalimah ‘syaitan’ itu disebut sebanyak 88 kali. Dalam buku ini diperturunkan ayat-ayat berkaitan yang menyebut nama-nama tersebut.
Keterangan ini membuktikan, mempercayai tentang kewujudan syaitan juga iblis itu adalah suatu yang termaktub dalam kalamullah. Ia bukan dongeng atau rekaan.
Walaupun demikian terlalu banyak telah direka oleh manusia mengenainya, termasuk namanya seperti toyol, hantu raya, langsuir, bajang dan lain-lain yang melahirkan pelbagai amalan bidaah dan khurafat. Dalam keadaan tertentu nama-nama elok disebut, seperti nama-nama wali, syeikh, embah, nenek, panglima hitam dan sebagainya, padahal apa yang disebut itu lebih merujuk kepada jin-jin.
Di dalam hadis-hadis juga tersebut perkataan “syaitan.” Dalam sebuah hadis al-Bukhari dan Muslim daripada Abu Hurairah dijelaskan tentang syaitan yang mengganggu nabi ketika sedang sembahyang.
Dalam hadis lain dijelaskan tentang syaitan yang menyerupai seorang syeikh dari Najd yang masuk bersama himpunan orang-orang Quraisy yang diadakan di Darunnadwah, iaitu satu mesyuarat untuk membunuh nabi. Syaitan telah memberi nasihat bagaimana hendak membunuh baginda. Peristiwa itu berlaku sebelum berlakunya peristiwa Hijrah.
Dalam peperangan Badar pun iblis telah datang mengetuai pasukan yang terdiri daripada syaitan, yang ada bersamanya bendera. Iblis menjelma menyerupai seorang lelaki daripada Bani Mudallij, manakala syaitan menyerupai rupa Suraqah bin Malik bin Ja’syam.
Dalam sebuah hadis yang ditakhrij oleh at-Turmizi dan an-Nasaiy daripada Aisyah, beliau berkata telah bersabda Rasulullah s.a.w. yang bermaksud: Sesungguhnya aku melihat syaitan-syaitan daripada golongan jin dan manusia telah lari daripada Omar. Dalam hadis daripada Hamnah Jahsy, beliau berkata, dia mengalami masalah darah haid yang keluar begitu banyak. Beliau memberitahu hal ini kepada Rasulullah. Baginda bersabda: Sesungguhnya ia adalah satu sepakan daripada sepakan syaitan.
Satu hadis daripada Usamah bin Syuraik pula menyatakan bahawa beliau telah mendengar baginda bersabda yang bermaksud: Tangan Allah berserta jemaah. Maka apabila bersendirian seseorang itu daripada jemaah, syaitan-syaitan akan menyambarnya, seumpama serigala menyambar kambing daripada kumpulannya.
Dalam sebuah hadis daripada Ibn Umar, ia berkata bahawa beliau pada satu ketika duduk di sisi nabi. Tiba-tiba datang seorang lelaki yang paling buruk mukanya, juga pakaiannya, manakala bajunya terlalu busuk. Dia datang melangkahi orang ramai sehingga ia duduk di hadapan Rasulullah. Lelaki itu berkata: Siapa yang menjadikan langit. Baginda menjawab: Allah. Siapa yang menjadi Allah. Tanyanya lagi. Subahanallah jawab nabi. Lelaki tadi memegang dahinya lalu mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia berdiri lalu pergi. Baginda mengangkat kepalanya lalu bersabda: Ini adalah iblis, datang kepada kamu untuk menimbulkan syak terhadap agama kamu. Hadis-hadis yang tersebut di atas hanya menyebut kalimah “iblis” ataupun “syaitan” tanpa menyebut siapakah nama syaitan ataupun iblis yang terlibat dengan peristiwa-peristiwa tersebut.
Raji al-Asmar dalam bukunya Al-Jinn ada menyebut nama “Marid,” iaitu syaitan daripada golongan jin. Jin apabila ia kufur, zalim dan melampau dan melakukan kejahatan dinamakan “syaitan”.
Apabila makhluk ini berupaya menggangkat sesuatu yang berat dan mencuri pendengaran dinamakan “Marid”. Andainya makhluk ini mempunyai keupayaan lebih daripada itu dinamakan “Ifrit.”
Dalam buku yang sama muka sura. 51-53, Raji al-Asmar ada menyebut nama Al-Ghaddar, Al-Khabil dan Al-Hajis, iaitu nama-nama jin jahat yang mengganggu manusia. Al-Khabil misalnya dirujuk sebagai jin yang merasuk manusia yang boleh menyebabkan gila, Aal-Hajis ialah jin khas yang boleh menyebabkan manusia berasa waswas, juga yang membisikkan telinga menyebabkan timbul waswas.
Nama jin lain yang disebut ialah At-Tabi’, ataupun Qarin, yang hidup bersama dengan manusia, terdiri daripada lelaki dan perempuan, manakala Al-Hatif ialah jin yang suaranya dapat didengar oleh manusia tetapi tidak dapat dilihat.
Jin yang dinamakan Al-Amir tinggal di tempat tertentu di tempat tinggi seperti di kemuncak gunung, di lembah-lembah, rumah yang ditinggalkan, di kubur atau di bumbung rumah. Nama lain ialah Asy-Syaqq iaitu syaitan yang boleh menjelma separuh bentuk manusia yang kadang-kadang mengganggu manusia ketika musafir keseorangan.
Nama lain yang lebih dikenali ialah al-Wilha, iaitu golongan jin yang mengganggu manusia ketika mengambil air sembahyang, menyebabkan seseorang itu mengambil wuduk berulang kali. Manakala “Khanzab” ialah syaitan yang mengganggu manusia ketika mendirikan sembahyang, menyebabkan seseorang itu berniat berulang kali, memesongkan ingatan manusia kepada peristiwa di luar sembahyang menyebabkan hilang rasa khusyuk.
Abdullah bin Muhammad bin Ubaid meriwayatkan satu hadis, daripada Mujahid, ia berkata: Iblis mempunyai lima anak, masing-masing diberi tugas, iaitu Thabur, A’war, Masuth, Dasim dan Zalambur. Thabur berurusan menggoda orang yang ditimpa musibah agar meratap, mengoyak-ngoyak pakaian dan meratap ratapan jahiliah: A’war ditugaskan menggoda manusia melakukan zina. Masuth ditugaskan menggoda manusia agar mencampuradukkan berita benar dengan palsu serta menimbulkan fitnah. Dasim pula menggoda suami agar marah isteri, manakala Zalambur menipu menyemarakkan manusia agar menipu ketika di pasar.
Nama-nama iblis dan syaitan yang termaktub dalam al-Quran juga daripada hadis-hadis serta fungsi masing-masing telah dijelaskan. Banyak lagi nama iblis dan syaitan yang terdiri daripada golongan jin.
Hanya satu nama iaitu Kannas atau tersebut dalam al-Munjid, yang bermaksud sesuatu yang disapu oleh penyapu. Walaupun demikian kalau ia dieja sebagai “khannas,” ia adalah merujuk kepada nama syaitan yang menahan dan melambat-lambatkan seseorang untuk zikrullah.
Dalam kitab-kitab fikah, yang membicarakan tentang bacaan al-Fatihah yang merupakan salah satu rukun sembahyang, nama-nama syaitan seperti didakwa langsung tidak disentuh.
Disebut bahawa orang yang bersembahyang mesti memelihara semua huruf al-Fatihah juga segala tasydidnya. Andainya tergugur satu huruf atau satu tasydid atau ditukar satu huruf al-Fatihah dengan huruf lain, ataupun rosak baris yang mengubahkan maknanya, maka tidak sahlah sembahyang yang dilakukan, andainya ia melakukan dengan sengaja dan ia ketahui mengubah maknanya.
Andainya keadaan ini berlaku dengan tidak sengaja, jahil dan tidak mengubah maknanya, maka tidak batallah sembahyang, tetapi hendaklah membacanya semula.
Implikasi daripada kandungan boleh menyebabkan timbulnya kesan buruk. Orang yang tinggi pengaruh gangguan sembahyangnya, yang mengambil wuduk melebihi kebiasaan, berulang kali mengangkat takbir ketika niat, mengulangi huruf-huruf kesamaran ketika membaca al-Fatihah dan sering lupakan rakaat sembahyang akan berasakan sembahyang itu satu penyeksaan.
Lebih teruk ialah orang yang lupakan bacaan sembahyang dan berasa terganggu sebaik masuk waktu sembahyang. Bagi orang seperti ini sembahyang merupakan sesuatu yang meragut kebahagiaan daripada ketenangan hidupnya. Sebaliknya, jika ia tidak sembahyang, keadaan seperti ini tidak timbul. Kerana itu berkemungkinan seseorang itu akan terus meninggalkan sembahyang.
.
.
Penulis : Dr. Amran Kasimin
Sumber : Mingguan Malaysia 16 Julai 2006

Selawat syifa pelembut hati anak degil dan penawar penyakit

Selawat syifa pelembut hati anak degil dan penawar penyakit


Selawat Syifa’

Terjemahan:
Ya Allah, berilah rahmat ke atas penghulu kami, nabi Muhammad S.A.W. yang dengan berkat baginda, engkau menyembuhkan hati-hati, menjadi penawar dan menyihatkan tubuh badan juga memberi kesembuhan penyakit serta mengurniakan cahaya penglihatan dan kurniakanlah juga rahmat keberkatan dan kesejahteraan keatas keluarga dan sahabat baginda.



Selawat syifa ini banyak khasiatnya untuk kebaikan , terutamanya untuk mengatasi anak-anak yang degil, malas dan sukar dibentuk, terutamanya apabila mereka mula memasuki alam remaja. Pada usia ini mereka mula mempunyai penderian sendiri dan mula tidak mahu mendengar nasihat ibu bapa. Sekiranya salah dibentuk, watak mereka akan menjadi-jadi seprti liar, mula berkawan dengan budak-budak nakal dan sebagainya.
Sebolehnya dibaca al-fatihah dan selawat syifa beberapa kali ( 3, 7 atau angka ganjil )dan ditiup ke dalam bekas air dan makanan dan diberi kepada anak kita. Insya Allah, dengan izin allah , anak anda akan nampak perubahan pada watak dan sikapnya.
Anda juga boleh mengamalkan bacaan Surah Yasin sebagai tambahan dan amalkan sebagai minuman harian untuk mereka dengan masukan air yasin tadi ke dalam air minuman keluarga di rumah.







1. Surah-Al-Fatihah dibacakan bersama Selawat Syifa’ untuk semua penyakit.

2.Surah-Al-Fatihah, Selawat Syifa’& Lauanzalna untuk menurunkan sesuatu, seperti untuk memudahkan kelahiran bayi, memulihkan masalah kesukaran buang air kecil atau besar, kesukaran menelan atau tercekik tulang dan seumpamanya.

3. Surah-Al-Fatihah, Selawat Syifa’ , Selawat Tafrijiyyah untuk menghadapi masalah yang rumit atau merawat pesakit yang tidak diketahui puncanya.

Dipetik daripada laman Darus Syifa